Senin, 23 Juli 2012

Kekacauan di siang itu


lama banget ga nyentuh-nyentuh blog ini. entah emang ga ada ide, entah kelupaan aja, ato entah emang dasarnya males (hehe) malah lebih seneng baca komik ato fesbukan dari pada nulis sesuatu. tapi beberapa hari yang lalu, ada niat pengen nulis lagi. dan jadilah cerpen ini. cerpen geje di malam hari. niatnya emang pengen bikin cerita tentang cinta segitiga, tapi ga tau kenapa kok arahnya jadi lain. yah, eniwei menurutku gak jelek-jelek amat kok, jadi kuputusin untuk masukin disini. sekalian buat ngisi kekosongan (kemalesan) ku selama beberapa bulan ini. 

semoga kalian menikmatinya :)


Kekacauan di siang itu

“to, kamu putus lagi ya?” tidak ada yang menengok kearah suara itu, termasuk sosok yang ditanya meskipun keadaan sedang sangat hening. Sungguh heran di siang yang terik begini setiap orang masih dapat terus serius berkutat dengan kerjaannya. Entah memang sibuk berkonsentrasi dengan pekerjaannya atau berkonsentrasi mendengarkan pembicaraan kami. Anto sendiri tampak acuh tak acuh dengan pertanyaan itu dan tetap asyik dengan kerjaannya. “to, kali ini dia kurang apa lagi sih? Nayla kan cantik banget to. Dia juga orangnya baek, ngebet banget lagi sama elu. masa masih kurang juga?”
                Dengan setengah malas anto membalikan kursinya, “gw kan dari awal dah bilang gak bisa dan. Lah yang maksa gw jadian sama nayla ya elu juga. Jadinya ya gini.”
                “duh to, inget umurrr… umurrr… taun lalu umur lu kan udah nginjek kepala 3, masa belom punya calon juga? Ya minimal ada pacar kek”
                ”yeh, gw yang pacaran kok lu yang ribet dan, kaya cewek aja lu” seru anto sembari membalikan kursinya kembali, sibuk menggoreskan sesuatu dengan kuas.
                “yahhhh….. gw kan kasih nasehat buat lu aja prennn… orang kita dah temenan dari jaman msh ingusan juga. Tuh temen-temen kita udah punya anak semua, malah lagi sibuk bikin adonan lagi hahaha”
                “yee lu kira bikin bala-bala?”
                “yah minimal mulai seriuslah to. Kasian aja gua liat lu msh sendiri juga, ga kesepian? Seumur-umur pacar lu ga pernah ada yang awet… itu juga gua yang jodohin semua. Bentar-bentar putus padahal kalian ga pernah berantem. Ya… ya putus gitu aja.” Dengan pasrah dani menjatuhkan pantatnya di kursi sedapatnya.” Lu gak pengen punya anak istri gitu to? Bangun keluarga, punya keturunan. Bokap nyokap lu aja udah ketar ketir tu liat lu jomblo melulu.”
                Seketika tangan anto terhenti sesaat dan lanjutmenggoreskan kuasnya kembali, seolah-olah itu pertanyaan yang sangat tidak penting “ya maulah, siapa yang ga mau punya keluarga?” jawabnya acuh
                “terus kenapa to?”
                Hening menyeruak lama,” belum waktunya aja kali dan…”
                “halaaahhhhh!! Udah sejuta kali lu ngomong gitu sama gua to!” dengan bosan bercampur kesal dani berdiri dari kursinya “ tiap kali gua tanya jawaban lu pasti kaya gitu! Selalu ada aja alesan lu, ya inilah itulah apalah. Kaya ada yang lu sembunyiin, lu kenapa sih? Ato lu ga suka cewek ya??”
                “ini idup gua!!! Lu ga perlu repot-repot ngurusin!!!” sosok-sosok yang sedari tadi berusaha tampak acuh tak acuh tanda sadar mengarahkan matanya kearah mereka berdua kemudian kembali berpura-pura mengerjakan sesuatu. Dani menggebrak meja lalu kembali ke ruangannya, meninggalkan anto dan berpasang-pasang mata yang (kembali) menonton mereka.

***
                          
“ to… kamu tadi berantem sama dani di kantor ya?” hening sesaat, seakan anto enggan menceritakan kejadian tadi siang yang jelas sudah menjadi rahasia umum.
“enggak berantem kok ris…”
Hening kembali
“kalian tuh kan udah temenan lama banget, udah kayak sodara… jangan suka berantem ya… udah kepala 3 kok masih kayak anak sd yang pake baju merah putih?”
Terdengar dengusan di seberang telepon. Risa tahu, anto pasti sedang tertawa meskipun tidak bersuara. “kalian baikan lagi ya… aku pengen kita kayak temenan bertiga kayak dulu lagi to…”
Anto tersenyum getir “kita gak berantem kok ris… kamu tenang aja ya” terdapat nada melembut di seberang sana.
“dari dulu aku seneng banget punya temen kaya kalian to. Meskipun aku cewek sendiri tapi kalian tetep baek dan gak berlebihan sama aku. Inget gak kita pernah manjat pohon mangganya pak imam waktu smp dulu? Seumur-umur aku gak pernah kebayang naik pohon kalau gak diajak sama kalian hahaha”
“inget dong, waktu itu kan kamu teriak-teriak ga bisa turun gara-gara kita kerjain hahaha”
“ uhhh!! Kalian jahat banget waktu itu. Udah tahu aku gak bisa manjat pohon, malah ditinggalin di atas lagi. Huu…. Aku bener-bener dendam loh waktu itu hahaha”
“tapi akhirnya kan kita bertiga ketangkep sama pak imam!” anto dan risa tertawa berbarengan
“iya iya. Sudahnya kita dijemur di depan pager sambil pake kertas karton yang tulisannya maling mangga” suasana seketika menghangat, anto dan risa saling tidak bisa berhenti tertawa sampai beberapa waktu keheningan kembali melanda. Hening yang berbeda. Hening yang hangat. Anto tersenyum pelan, mana mungkin ia melupakan masa-masa penuh kenangan itu. Sedetikpun ia tidak pernah melupakan masa-masa ketika mereka bertiga selalu bersama dan melakukan banyak hal gila. Aku dan dani adalah tetangga dari kecil, secara alamiah kami sering bertemu dan menjadi teman dalam waktu yang lama. Sampai suatu saat risa bergabung dengan kami dengan rok birunya yang kebesaran dan selalu terlihat menutupi lutut. Tidak seperti wajahnya, ternyata ia memiliki rasa penasaran dan jiwa petualang yang besar juga. Meskipun penakut terkadang risa bisa nekat juga, meskipun terkadang cerewet ia seketika dapat menjadi seorang ibu yang tulus. Kami berdua sangat menyayangi risa. Begitupun dia. Meskipun entah sejak kapan rasa yang kurasakan berbeda, kami semua tetap berteman sampai sekarang. Aku tidak pernah menceritakan perasaanku kepada siapapun. Bahkan kepada kedua orang tuaku, terlebih anto. Aku tidak ingin persahabatan kami rusak. Aku hanya ingin terus melihat mereka tertawa. Hanya dengan begitu akupun bisa tertawa.
“ baikan sama dani ya to…” suara lembut dari telepon membuyarkan lamunanku. Aku terkesiap dan mencoba mengeluarkan kata-kata yang sudah terlalu banyak terpendam dalam. Aku membuka mulutku namun ternyata hanya itu usaha yang dapat kulakukan, aku membiarkan bibirku tergantung sejenak dan menutupnya rapat kembali.
“iya ris…” meskipun tak dapat melihat risa, aku yakin saat ini risa sedang tersenyum lembut, senyuman lembut yang biasa menghiasi wajahnya. Tanpa tersadar aku berbalik tersenyum dan teleponpun terputus.

***

Hari masih terik menyengat sama seperti hari-hari berikutnya, tidak ada tanda tanda sedikitpun akan muncul hujan. Musim kemarau memang sudah datang, membuat panas semakin menyengat dan malam semakin menusuk. Sungguh musim yang merepotkan. Sama merepotkannya seperti musim hujan sebetulnya. Tapi jam kantor masih sangat lama, mau tidak mau anto tetap harus kembali ke kantor dan menyelesaikan cover novel yang belum rampung dari 2 hari lalu.
“heh to! Baru balik makan?” terdengar suara yang tidak asing lagi di telinganya, tampak arum dan beberapa teman kantor lainnya berbarengan. Tampaknya mereka baru selesai makan siang juga.
“hei rum. Iya ni aku baru beres makan. Kalian makan dimana?”
“ah di warung biasa kok, akhir bulan gini semua pengennya cari yang murah meriah” tampak beberapa suara setuju dan tidak setuju dengan jawaban arum.”wuuu… yang mau cari murah-murah tadi kan kamu…” beberapa tampak mengiyakan dan arum tampak cengengesan sambil membela diri.
“eh sambil jalan yuk! Panas nih!” tiba-tiba arum mendekatkan wajahnya dan membisikkan sesuatu “ eh eh to, kamu katanya berantem sama dani gara-gara cewe ya?” anto langsung terkesiap dan menjauhkan wajahnya
“hahhh?? Kata siapa? Ya ampunnn… bukaannn… dani itu kan udah punya istri tau. Orang lagi hamil 7 bulan juga.”
“loh bukan ya? Kok anak anak di kantor pada gosipinnya gitu ya? Katanya kamu sama dani rebutan cewek.”
“ya ampun ngaco deh semuanya. Itu lagi becandaan aja kok. Haha”dengan terpaksa anto berusaha tertawa. Gosip ternyata menyeramkan.

***

“nih. Kesukaan kamu. Kopi item gak pake gula sama sekali.” Dani hanya menengok sebentar ke arah gelas plastik yang sudah  mengepul di mejanya lalu kembali asik dengan gamenya. “heran kamu kok sukanya kopi gak pake gula. Dani tampak tidak berniat merespon sama sekali dan hanya konsentrasi dengan game di komputernya.
Anto meraih kursi terdekat dan mendudukinya dengan posisi terbalik “ kemarin risa telpon aku.” Hening tetap melanda, namun aku tahu dani paling tidak tahan dengan cerita yang sepotong-sepotong. Dapat kurasakan kesadarannya yang mulai berbalik padaku. “ suaranya gak berubah ya, tetep sama kayak dulu. Sengaja kubiarkan cerita ini sepotong- sepotong dan menggantung. Kumainkan action figure milik seseorang di meja sebrangnya. Ternyata rasa penasaran dia lebih besar dari pada rasa marahnya.
“kalau mau ngomong jangan setengah setengah!!!!” dengan kesal dani berdiri menatapku dongkol
“nah gitu dong liat aku, umur 30 kok marahan kayak anak sd” ujarku usil. Dani tampak semakin kesal dan kembali bermain sebelum menggebrak keyboard di hadapannya. Kurasa, kalau aku tidak berhenti mengusilinya sasaran keyboard itu selanjutnya aku, jadi kuputuskan untuk berhenti usil sebelum seseorang memanggil satpam.
“risa minta kita baikan.” Aku memandangi punggungnya sambil tetap memainkan action figure tadi. Meskipun tampak tidak peduli aku tahu dani memusatkan semua pendengarannya kepadaku sekarang. Dari dulu sikap kekanak-kanakannya tidak pernah berubah. Meskipun usianya lebih tua tiga tahun dariku. Yang berubah hanya badan besarnya, dan istri dan calon anaknya yang berada di sebelahnya kini. Aku bisa membayangkan betapa kasihannya istri dani ketika anaknya lahir nanti. “ dia pengen kita kayak dulu lagi dan. Jangan musuhan terus.”
“yang mulai duluan kan lu” kini punggung itu mulai bersuara, meskipun belum tampak asal muasal suaranya sendiri.
“yah, gw emang bener-bener gak bisa dan. Nayla itu baek banget orangnya... gw malah jadi tertekan tiap jalan sama dia. Dia seharusnya dapet yang lebih baik dari aku.”
“ lu pengen dapet pacar yang jahat emang?”
“bukan gitu dan…”
“ kalau nayla baek banget kenapa lu gak bisa nerima dia? Gw bner2 gak ngerti lu sama sekali” dani memutar kursinya dan memandang mataku tajam.
“dan…”
“gw tu temen lu to… gw pengen banget bantu lu, tapi kenapa lu gak pernah terbuka sama gw sih?”
“gw udah terbuka sama elu dan…”
“mananya? Gw bahkan ga tau kenapa lu selalu mutusin tiap cewe tanpa sebab. Selalu alesannya mereka terlalu baik… terlalu baik… lah kamu pegen istri penjahat apa?”
“aku gak bisa dan… mereka terlalu baik..”
“ tuh kan! Selalu itu alesannya”
“aku gak bisa ngeduain mereka!!!” dani tersentak kaget” aku gak bisa terus pacaran sama mereka sementara ada seseorang yang lain di sini. Aku gak mau itu.” Nafasku tersegal segal. “ aku gak bisa, apalagi sekarang risa sudah bukan milik kita berdua…”
“risa? Kok kamu bawa-bawa risa sih??”
“apalagi risa sekarang sudah hamil 7 bulan…”
“to? Lu… seseorang yang lu maksud itu bukan risa kan? Bukan istri gw kan? Aku terengah engah merasakan betapa sesaknya dadaku sampai tidak mendengar beberapa orang datang dari pintu depan. “apalagi anak yang sebenarnya dikandung risa adalah anakku..” terdengar derit pintu dengan keras. Tampak seseorang dengan muka pucat berdiri disana di antara beberapa karyawan lain.
“loh, mbak risa? Kok ga masuk?


Sungguh kekacauan di siang itu

Tidak ada komentar:

Posting Komentar