lama banget ga nyentuh-nyentuh blog ini. entah emang ga ada ide, entah kelupaan aja, ato entah emang dasarnya males (hehe) malah lebih seneng baca komik ato fesbukan dari pada nulis sesuatu. tapi beberapa hari yang lalu, ada niat pengen nulis lagi. dan jadilah cerpen ini. cerpen geje di malam hari. niatnya emang pengen bikin cerita tentang cinta segitiga, tapi ga tau kenapa kok arahnya jadi lain. yah, eniwei menurutku gak jelek-jelek amat kok, jadi kuputusin untuk masukin disini. sekalian buat ngisi kekosongan (kemalesan) ku selama beberapa bulan ini.
semoga kalian menikmatinya :)
“to, kamu putus lagi ya?” tidak ada yang menengok
kearah suara itu, termasuk sosok yang ditanya meskipun keadaan sedang sangat
hening. Sungguh heran di siang yang terik begini setiap orang masih dapat terus
serius berkutat dengan kerjaannya. Entah memang sibuk berkonsentrasi dengan
pekerjaannya atau berkonsentrasi mendengarkan pembicaraan kami. Anto sendiri
tampak acuh tak acuh dengan pertanyaan itu dan tetap asyik dengan kerjaannya.
“to, kali ini dia kurang apa lagi sih? Nayla kan cantik banget to. Dia juga
orangnya baek, ngebet banget lagi sama elu. masa masih kurang juga?”
Dengan setengah
malas anto membalikan kursinya, “gw kan dari awal dah bilang gak bisa dan. Lah
yang maksa gw jadian sama nayla ya elu juga. Jadinya ya gini.”
“duh to, inget
umurrr… umurrr… taun lalu umur lu kan udah nginjek kepala 3, masa belom punya
calon juga? Ya minimal ada pacar kek”
”yeh, gw yang
pacaran kok lu yang ribet dan, kaya cewek aja lu” seru anto sembari membalikan
kursinya kembali, sibuk menggoreskan sesuatu dengan kuas.
“yahhhh….. gw kan
kasih nasehat buat lu aja prennn… orang kita dah temenan dari jaman msh ingusan
juga. Tuh temen-temen kita udah punya anak semua, malah lagi sibuk bikin adonan
lagi hahaha”
“yee lu kira
bikin bala-bala?”
“yah minimal
mulai seriuslah to. Kasian aja gua liat lu msh sendiri juga, ga kesepian?
Seumur-umur pacar lu ga pernah ada yang awet… itu juga gua yang jodohin semua.
Bentar-bentar putus padahal kalian ga pernah berantem. Ya… ya putus gitu aja.”
Dengan pasrah dani menjatuhkan pantatnya di kursi sedapatnya.” Lu gak pengen
punya anak istri gitu to? Bangun keluarga, punya keturunan. Bokap nyokap lu aja
udah ketar ketir tu liat lu jomblo melulu.”
Seketika tangan
anto terhenti sesaat dan lanjutmenggoreskan kuasnya kembali, seolah-olah itu
pertanyaan yang sangat tidak penting “ya maulah, siapa yang ga mau punya
keluarga?” jawabnya acuh
“terus kenapa
to?”
Hening menyeruak
lama,” belum waktunya aja kali dan…”
“halaaahhhhh!!
Udah sejuta kali lu ngomong gitu sama gua to!” dengan bosan bercampur kesal
dani berdiri dari kursinya “ tiap kali gua tanya jawaban lu pasti kaya gitu!
Selalu ada aja alesan lu, ya inilah itulah apalah. Kaya ada yang lu sembunyiin,
lu kenapa sih? Ato lu ga suka cewek ya??”
“ini idup gua!!!
Lu ga perlu repot-repot ngurusin!!!” sosok-sosok yang sedari tadi berusaha
tampak acuh tak acuh tanda sadar mengarahkan matanya kearah mereka berdua
kemudian kembali berpura-pura mengerjakan sesuatu. Dani menggebrak meja lalu
kembali ke ruangannya, meninggalkan anto dan berpasang-pasang mata yang (kembali)
menonton mereka.
***
“ to… kamu tadi berantem sama dani di kantor ya?”
hening sesaat, seakan anto enggan menceritakan kejadian tadi siang yang jelas
sudah menjadi rahasia umum.
“enggak berantem kok ris…”
Hening kembali
“kalian tuh kan udah temenan lama banget, udah kayak
sodara… jangan suka berantem ya… udah kepala 3 kok masih kayak anak sd yang
pake baju merah putih?”
Terdengar dengusan di seberang telepon. Risa tahu,
anto pasti sedang tertawa meskipun tidak bersuara. “kalian baikan lagi ya… aku
pengen kita kayak temenan bertiga kayak dulu lagi to…”
Anto tersenyum getir “kita gak berantem kok ris… kamu
tenang aja ya” terdapat nada melembut di seberang sana.
“dari dulu aku seneng banget punya temen kaya kalian
to. Meskipun aku cewek sendiri tapi kalian tetep baek dan gak berlebihan sama
aku. Inget gak kita pernah manjat pohon mangganya pak imam waktu smp dulu?
Seumur-umur aku gak pernah kebayang naik pohon kalau gak diajak sama kalian
hahaha”
“inget dong, waktu itu kan kamu teriak-teriak ga bisa
turun gara-gara kita kerjain hahaha”
“ uhhh!! Kalian jahat banget waktu itu. Udah tahu aku
gak bisa manjat pohon, malah ditinggalin di atas lagi. Huu…. Aku bener-bener
dendam loh waktu itu hahaha”
“tapi akhirnya kan kita bertiga ketangkep sama pak
imam!” anto dan risa tertawa berbarengan
“iya iya. Sudahnya kita dijemur di depan pager sambil
pake kertas karton yang tulisannya maling mangga” suasana seketika menghangat,
anto dan risa saling tidak bisa berhenti tertawa sampai beberapa waktu keheningan
kembali melanda. Hening yang berbeda. Hening yang hangat. Anto tersenyum pelan,
mana mungkin ia melupakan masa-masa penuh kenangan itu. Sedetikpun ia tidak
pernah melupakan masa-masa ketika mereka bertiga selalu bersama dan melakukan
banyak hal gila. Aku dan dani adalah tetangga dari kecil, secara alamiah kami
sering bertemu dan menjadi teman dalam waktu yang lama. Sampai suatu saat risa
bergabung dengan kami dengan rok birunya yang kebesaran dan selalu terlihat
menutupi lutut. Tidak seperti wajahnya, ternyata ia memiliki rasa penasaran dan
jiwa petualang yang besar juga. Meskipun penakut terkadang risa bisa nekat
juga, meskipun terkadang cerewet ia seketika dapat menjadi seorang ibu yang
tulus. Kami berdua sangat menyayangi risa. Begitupun dia. Meskipun entah sejak
kapan rasa yang kurasakan berbeda, kami semua tetap berteman sampai sekarang.
Aku tidak pernah menceritakan perasaanku kepada siapapun. Bahkan kepada kedua
orang tuaku, terlebih anto. Aku tidak ingin persahabatan kami rusak. Aku hanya
ingin terus melihat mereka tertawa. Hanya dengan begitu akupun bisa tertawa.
“ baikan sama dani ya to…” suara lembut dari telepon
membuyarkan lamunanku. Aku terkesiap dan mencoba mengeluarkan kata-kata yang
sudah terlalu banyak terpendam dalam. Aku membuka mulutku namun ternyata hanya
itu usaha yang dapat kulakukan, aku membiarkan bibirku tergantung sejenak dan
menutupnya rapat kembali.
“iya ris…” meskipun tak dapat melihat risa, aku yakin
saat ini risa sedang tersenyum lembut, senyuman lembut yang biasa menghiasi
wajahnya. Tanpa tersadar aku berbalik tersenyum dan teleponpun terputus.
***
Hari masih terik menyengat sama seperti hari-hari
berikutnya, tidak ada tanda tanda sedikitpun akan muncul hujan. Musim kemarau
memang sudah datang, membuat panas semakin menyengat dan malam semakin menusuk.
Sungguh musim yang merepotkan. Sama merepotkannya seperti musim hujan
sebetulnya. Tapi jam kantor masih sangat lama, mau tidak mau anto tetap harus
kembali ke kantor dan menyelesaikan cover novel yang belum rampung dari 2 hari
lalu.
“heh to! Baru balik makan?” terdengar suara yang
tidak asing lagi di telinganya, tampak arum dan beberapa teman kantor lainnya
berbarengan. Tampaknya mereka baru selesai makan siang juga.
“hei rum. Iya ni aku baru beres makan. Kalian makan
dimana?”
“ah di warung biasa kok, akhir bulan gini semua
pengennya cari yang murah meriah” tampak beberapa suara setuju dan tidak setuju
dengan jawaban arum.”wuuu… yang mau cari murah-murah tadi kan kamu…” beberapa
tampak mengiyakan dan arum tampak cengengesan sambil membela diri.
“eh sambil jalan yuk! Panas nih!” tiba-tiba arum
mendekatkan wajahnya dan membisikkan sesuatu “ eh eh to, kamu katanya berantem
sama dani gara-gara cewe ya?” anto langsung terkesiap dan menjauhkan wajahnya
“hahhh?? Kata siapa? Ya ampunnn… bukaannn… dani itu
kan udah punya istri tau. Orang lagi hamil 7 bulan juga.”
“loh bukan ya? Kok anak anak di kantor pada
gosipinnya gitu ya? Katanya kamu sama dani rebutan cewek.”
“ya ampun ngaco deh semuanya. Itu lagi becandaan aja
kok. Haha”dengan terpaksa anto berusaha tertawa. Gosip ternyata menyeramkan.
***
“nih. Kesukaan kamu. Kopi item gak pake gula sama sekali.” Dani hanya
menengok sebentar ke arah gelas plastik yang sudah mengepul di mejanya lalu kembali asik dengan
gamenya. “heran kamu kok sukanya kopi gak pake gula. Dani tampak tidak berniat
merespon sama sekali dan hanya konsentrasi dengan game di komputernya.
Anto meraih kursi terdekat dan mendudukinya dengan posisi terbalik “
kemarin risa telpon aku.” Hening tetap melanda, namun aku tahu dani paling
tidak tahan dengan cerita yang sepotong-sepotong. Dapat kurasakan kesadarannya
yang mulai berbalik padaku. “ suaranya gak berubah ya, tetep sama kayak dulu.
Sengaja kubiarkan cerita ini sepotong- sepotong dan menggantung. Kumainkan
action figure milik seseorang di meja sebrangnya. Ternyata rasa penasaran dia
lebih besar dari pada rasa marahnya.
“kalau mau ngomong jangan setengah setengah!!!!” dengan kesal dani
berdiri menatapku dongkol
“nah gitu dong liat aku, umur 30 kok marahan kayak anak sd” ujarku usil.
Dani tampak semakin kesal dan kembali bermain sebelum menggebrak keyboard di
hadapannya. Kurasa, kalau aku tidak berhenti mengusilinya sasaran keyboard itu
selanjutnya aku, jadi kuputuskan untuk berhenti usil sebelum seseorang
memanggil satpam.
“risa minta kita baikan.” Aku memandangi punggungnya sambil tetap
memainkan action figure tadi. Meskipun tampak tidak peduli aku tahu dani
memusatkan semua pendengarannya kepadaku sekarang. Dari dulu sikap
kekanak-kanakannya tidak pernah berubah. Meskipun usianya lebih tua tiga tahun
dariku. Yang berubah hanya badan besarnya, dan istri dan calon anaknya yang
berada di sebelahnya kini. Aku bisa membayangkan betapa kasihannya istri dani
ketika anaknya lahir nanti. “ dia pengen kita kayak dulu lagi dan. Jangan
musuhan terus.”
“yang mulai duluan kan lu” kini punggung itu mulai bersuara, meskipun
belum tampak asal muasal suaranya sendiri.
“yah, gw emang bener-bener gak bisa dan. Nayla itu baek banget
orangnya... gw malah jadi tertekan tiap jalan sama dia. Dia seharusnya dapet
yang lebih baik dari aku.”
“ lu pengen dapet pacar yang jahat emang?”
“bukan gitu dan…”
“ kalau nayla baek banget kenapa lu gak bisa nerima dia? Gw bner2 gak
ngerti lu sama sekali” dani memutar kursinya dan memandang mataku tajam.
“dan…”
“gw tu temen lu to… gw pengen banget bantu lu, tapi kenapa lu gak pernah
terbuka sama gw sih?”
“gw udah terbuka sama elu dan…”
“mananya? Gw bahkan ga tau kenapa lu selalu mutusin tiap cewe tanpa
sebab. Selalu alesannya mereka terlalu baik… terlalu baik… lah kamu pegen istri
penjahat apa?”
“aku gak bisa dan… mereka terlalu baik..”
“ tuh kan! Selalu itu alesannya”
“aku gak bisa ngeduain mereka!!!” dani tersentak kaget” aku gak bisa
terus pacaran sama mereka sementara ada seseorang yang lain di sini. Aku gak
mau itu.” Nafasku tersegal segal. “ aku gak bisa, apalagi sekarang risa sudah
bukan milik kita berdua…”
“risa? Kok kamu bawa-bawa risa sih??”
“apalagi risa sekarang sudah hamil 7 bulan…”
“to? Lu… seseorang yang lu maksud itu bukan risa kan? Bukan istri gw kan?
Aku terengah engah merasakan betapa sesaknya dadaku sampai tidak mendengar
beberapa orang datang dari pintu depan. “apalagi anak yang sebenarnya dikandung
risa adalah anakku..” terdengar derit pintu dengan keras. Tampak seseorang
dengan muka pucat berdiri disana di antara beberapa karyawan lain.
“loh, mbak risa? Kok ga masuk?
Sungguh kekacauan di siang itu